loader

Please Wait ...

Ali Imron Hamid
| Selasa, 15 Apr 2025

Putra Nababan: Sampah Plastik Masalah Serius di Bali

Putra berpandangan Koster bukan sekali ini mengeluarkan kebijakan yang membatasi penggunaan plastik di wilayah Bali.
Putra Nababan: Sampah Plastik Masalah Serius di Bali Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan.

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi PDI-P mendukung langkah Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang produksi dan penjualan air minum dalam kemasan di bawah 1 liter.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P Putra Nababan mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan Bali, yang menjadi salah satu destinasi wisata di Indonesia.

“Kebijakan Gubernur Bali ini dibuat dengan dasar yang kuat, mengingat sampah, termasuk plastik sekali pakai, menjadi masalah serius di Bali sehingga merusak ekosistem alam. Fraksi PDI-P pun memastikan akan mendukung langkah Koster,” ujar Putra dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025).

Putra berpandangan Koster bukan sekali ini mengeluarkan kebijakan yang membatasi penggunaan plastik di wilayah Bali. Dia meyakini Koster mengeluarkan aturan larangan tersebut dengan mempertimbangkan pelestarian ekosistem serta kebudayaan setempat.

“Pak Koster sudah melakukannya sejak lima tahun yang lalu dan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan pelestarian ekosistem alam, manusia, dan kebudayaan berdasarkan pada nilai kearifan lokal,” kata Putra.

Sementara itu, anggota Komisi VII lainnya dari Fraksi PDI-P, Bane Raja Manalu, mengatakan kebijakan Koster tersebut seharusnya diapresiasi oleh pemerintah pusat.

Sebab, langkah ini bisa mendorong masyarakat Bali untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kelestarian alam.

“Ini kebijakan yang baik untuk masa depan Bali dan masyarakatnya, sesuai dengan kultur Bali yang menjaga keseimbangan budaya dan lingkungan,” kata Bane.

Dia pun meyakini bahwa larangan ini justru bisa mendorong pelaku industri untuk lebih kreatif, misalnya dengan menghadirkan kemasan tak sekali pakai yang lebih ramah lingkungan.

“Akan banyak hal baik dan kreatif yang lahir setelah kebijakan ini dilakukan. Masyarakat akan lebih terbiasa menggunakan tumbler, beralih dari kemasan sekali pakai ke kebiasaan isi ulang,” pungkasnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melarang pengusaha memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) dengan kemasan di bawah 1 liter. Aturan tersebut tertuang melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025.

Gubernur Bali, Wayan Koster, mengatakan bahwa aturan tersebut merupakan salah satu upaya menyelesaikan persoalan sampah di Pulau Dewata.

"Setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di wilayah Provinsi Bali," kata Wayan Koster di Denpasar, Minggu (6/3/2025).

Wayan Koster menuturkan bahwa larangan tersebut tidak berniat untuk mematikan pengusaha, mengingat produsen air minum lokal di Bali juga tidak sedikit.

Namun, ia menegaskan, perusahaan-perusahaan tersebut hanya dibatasi penggunaan bahan yang merusak lingkungan dan tetap diizinkan jika melahirkan inovasi pengganti yang lebih ramah lingkungan.

"Tidak mematikan, bukan soal mematikan usaha, tapi jaga lingkungan. Silakan berproduksi, tapi jangan merusak lingkungan. Kan bisa botol kaca, bukan plastik. Seperti di Karangasem, ada kan bagus botolnya," ujar Wayan Koster.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana memanggil Gubernur Bali, I Wayan Koster, dan semua industri yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) plastik sekali pakai yang ada di Bali.

Hal ini untuk membahas secara bersama terkait Surat Edaran (SE) pelarangan produksi air minum dalam kemasan di bawah 1 liter.

Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, mengatakan sebelum memutuskan kebijakan, apalagi yang berdampak terhadap pertumbuhan industri, Pemprov Bali sebaiknya berkoordinasi dengan pemerintah pusat terlebih dahulu.

"Sebaiknya berkoordinasi dulu dengan pemerintah pusat sebelum menjadi keputusan,” kata Faisol dalam keterangan pers, Minggu (13/4/2025).

Sumber: Kompas

QUOTE
quote
quote
quote
quote
quote